Trip Ke Hanoi #2 : Things to Know About Vietnam
Jadi, setelah bangun
keesokannya, saya mandi, sarapan, dan siap-siap untuk jalan-jalan kerja. Ya kerja, jadi
nggak banyak yang bisa diceritain. Eh, tapi kalau kalian mau tau gimana suasana
Hanoi, bisa aja sih jadi cerita. Mau tau kan?
Sebenarnya Hanoi itu hampir
miriplah dengan Jakarta, yang paling terasa adalah disana udaranya lebih sejuk
(20o – 24o c) dan
nggak terlalu banyak pohon. Untuk urusan lalu lintas, macetnya Hanoi kurang
lebih sama. Yang beda, disini pengguna jalannya lebih YOLO (kalau nggak mau
dibilang ugal-ugalan). Hari pertama saja saya sudah dibikin kaget sekaligus
ngeri oleh supir taksi yang saya tumpangi. Bawa kendarannya cukup kencang, seolah-olah jalanan itu
punya dia sendiri. Mau di depan ada belokan atau perempatan, tetap saja terus nggak pake ngerem ato ngurangin
kecepatan. Nggak cuma taksi, yang bawa kendaraan roda dua maupun roda empat
semuanya kaya gitu. Suatu waktu, di depan
ada perempatan dan sedang ada sepeda motor yang melintas. Baik driver taksi
maupun pengendara sepeda motor nya selow aja jalan terus, nggak ada yang
ngerem. Yang buat saya kagum, nggak ada dari mereka yang nyerempet sedikitpun.
Bravo!
Melihat kondisi jalanan yang
kaya gitu, saya yang awalnya niat mau sewa motor selama weekend jadi ngurungin
niat. Nggak lucu aja kalo ada apa-apa di negeri orang. Lagian, di Hanoi
setirnya sebelah kanan, nggak kaya di Indonesia.
Di Hanoi juga ada Grab ternyata. Nggak
peru donwload aplikasi versi Vietnamnya, karena otomatis billing dan lokasinya
ngikutin negara dimana kamu berada setelah terkoneksi dengan internet. Tapi
saya nggak pake sih selama di sana, karena semua tulisannya dalam bahasa Vietnam. Lagian orang
Vietnam kebanyakan nggak bisa bahasa Inggris. Gimana cara ngasih tau drivernya
kalau saya lagi nunggu di bawah tiang listrik pakai sweater donker pake bahasa
Vietnam? “Ngoi kay nong thuet sweter dong
ker?”. Yang ada saya keburu mati kedinginan nungguin drivernya.
Kalo soal transportasi yang
paling gampang sih taksi, sama seperti di Indonesia, kita bisa menyetop taksi
di pinggir jalan dan mendapatkannya dengan mudah. Tarifnya pun cukup murah
menurut saya. Hitungan awal saat mulai biasanya sekitar VND 5.000 – 10.000 (1
VND = 0.75 IDR). Rata-rata taksi disini menggunakan Argo, jadi jangan khawatir
kena scam tarif yang mahal. Yang penting kalian harus sedia selalu google maps,
biar tahu jalan dan nggak dibawa muter-muter dulu sama supirnya biar tarifnya
makin tinggi.
Soal harga, saya rasa harga barang-barang di Hanoi tidak jauh berbeda dengan Jakarta. Cukup murah dan terjangkau. Contohnya saya air mineral, disana harganya sekitar lima hingga sepuluh ribu donk. Harga jajanan di pinggir jalan juga nggak jauh beda dengan di Indonesia. Jadi, kalian nggak perlu khawatir bangkrut kalau liburan kesini.
Soal harga, saya rasa harga barang-barang di Hanoi tidak jauh berbeda dengan Jakarta. Cukup murah dan terjangkau. Contohnya saya air mineral, disana harganya sekitar lima hingga sepuluh ribu donk. Harga jajanan di pinggir jalan juga nggak jauh beda dengan di Indonesia. Jadi, kalian nggak perlu khawatir bangkrut kalau liburan kesini.
Yang bikin saya kaget dan
cukup bikin saya trauma selama di Hanoi, yaitu Ayam. Bukan karena saya dipatok
ayam, tapi karena ukuran ayam disana bisa tiga kali lipat ukuran ayam di
Indonesia.
Jadi ceritanya hari kedua di
sana, saya diajak makan siang sama team leader lokal. Karena tau saya nggak
makan babi (orang Vietnam suka banget makan babi), jadi dia ajak saya makan di
restoran serba ayam. Ngelihat menu-menunya sih keliatannya enak-enak banget,
ada ayam saus asam manis, ayam bakar spesial, dan sup ayam herbal. Tapi, pas
disajikan, saya langsung kenyang duluan ngelihatnya. Ayam bakarnya Cuma sepotong
paha, tapi besarnya segede ayam kampung satu ekor. Dan rasanya aneh banget
menurut saya. Dagingnya kering, kulitnya
tebel banget dan susah dipisahin dari kulitnya. Doyan-nggak doyan saya harus
makan dan ngabisin donk, udah dibayarin juga. Akhirnya semenjak hari itu, saya
trauma makan ayam selama disana.
Buat yang muslim, saya saranin
bawa bekal makanan yang halal dari Indonesia. Saya sendiri bawa mi instan, sosis
dan bakso. Sebenernya gampang-gampang aja sih cari makan karena banyak juga
menu makanan olahan ayam dan sapi. Yang penting baca Bismillah dan baca doa.
Tapi bagi seorang picky eater seperti saya yang banyak nggak doyannya, harus
pinter-pinter mensiasatinya.
Terakhir. Soal SIM card
dan paket internet, saya nggak bisa cerita banyak, karena selama disana saya di
provide sama kantor, jadi tinggal pake aja. Setau saya ada perdana dan paket
khusus turis yang bisa didapatkan di bandara atau di gerai operator. Saya sih
pake Viettel, provider paling besar di Vietnam. Jaringannya luas dan
internetnya kenceng (katanya paling mahal juga). Untuk harganya mungkin bisa
cari tahu di mbah gugle.
i didnt know that kamu are a picky eater.. kok kayanya semua diembat aja ..
ReplyDelete